Kenaikan Yesus ke Surga diceritakan baik dalam Kisah Para Rasul maupun dalam Injil. Jadi kalau Gereja mengajak kita merayakannya bukan sebagai formalitas saja, tetapi benar-benar menghayati realitasnya. Apalagi hal ini juga menjadi salah satu point Iman Kepercayaan kita. Kesempatan ini kita pakai untuk merenungkan misteri apa yang sebenarnya kita rayakan?
Setidaknya saya menemukan dua misteri. Pertama, penginjil Sinoptik menceritakan peristiwa ini dengan lokasi yang berbeda. Markus dan Matius menceritakan peristiwa itu terjadi di Galilea (Mrk 16: 7; Mat. 28: 16), sementara Lukas menulis peristiwa itu terjadi di Betania (Luk 24: 50). Tempat bukan pewartaan yang utama. Mereka menggunakan tempat dengan alasan tertentu. Lukas mau mengatakan bahwa Yesus memasuki Yerusalem lewat Betania pada Minggu Palma; kini Ia memasuki Yerusalem Baru juga melalui Betania. Sementara Markus dan Matius mengacu pada permulaan karya di dunia. Ia turun dari surga dan memilih para murid di Galilea, maka Ia pun berangkat ke surga di Galilea.
Pewartaan yang utama adalah peristiwa kenaikan Yesus itu sendiri. Peristiwa ini adalah pelengkapan dari apa yang dialami Yesus. Ia telah turun ke dunia dan sekarang Ia naik ke surga. Hal ini ditunjukkan oleh Kitab Suci dengan beberapa hal. 1) Peristiwa terjadi di bukit/gunung. Bahasa Kitab Suci, bukit dan gunung adalah tempat Allah berada (Ingat Abraham mempersembahkan anaknya; Musa menerima Loh dari Allah di Gunung; Elia membuktikan Allah-nya di atas gunung; Yesus diproklamasikan oleh Bapa-Nya: Inilah AnakKu yang Kukasihi, dst.). Di tambah dengan disebutkannya “awan” yang menutupi. Awan adalah simbol kehadiran Allah. Allah menyertai Israel yang keluar dari Mesir dalam awam-awan. Yesus diproklamasikan oleh BapaNya dari balik awan. Maka peristiwa ini adalah ungkapan iman bahwa Yesus yang telah turun dari surga, kini kembali naik ke surga.
Bagi kita, ini suatu pengingatan bahwa Injil Yohanes mengatakan bahwa Ia naik ke surga untuk menyiapkan tempat bagi kita. Sebagai Kepala dari Tubuh, GerejaNya, maka kita pun akan ikut nai ke surga bersamaNya. Untuk itu, kita juga harus berani “turun”, merendahkan diri, mengosongkan diri, seperti Yesus yang direfleksikan oleh Paulus dalam Efesus 2.
Kedua, Hal kedua bisa diumpamakan dengan kebanyakan keluarga karir. Misalnya seorang pengusaha. Ia selalu memikirkan agar ketika dirinya pensiun, masih ada anaknya yang akan melanjutkan usahanya. Seorang dokter menginginkan anaknya ada yang meneruskan profesi orangtuanya. Maka kalau Yesus naik ke surga, kita bertanya “Lalu siapa yang akan melanjutkan karya keselamatan yang telah dimulaiNya?
Ada suatu cerita legenda. Ketika Yesus naik ke surga, Ia disambut oleh Malaikat Gabriel, “Lho kok kamu sudah balik ke surga lebih awal? Apa yang terjadi?”, begitu tanya Gabriel. “Bagaimana tidak,” begitu jawab Yesus. “Mereka memfitnah Aku, mengadili Aku dengan tidak adil; dan menyalibkan Aku?”, Yesus memberi keterangan. “Berarti kamu gagal dong?”, kata Gabriel dengan sinis. Tetapi Yesus menjawab, “Gak lah… Aku sudah MEMPERSIAPKAN…… Aku telah mempersiapkan orang-orang yang akan melanjutkan: 12 orang rasul; 70 orang murid dan 5.000 pendukung. Aku telah mengajar mereka membuat prioritas, mana yang harus didahulukan. Aku sudah mempersiapkan mereka dengan pengajaran-pengajaran. Bukan hanya lisan ataupun online, tetapi juga dengan pengalaman, eksperiensial, sehingga mereka pun juga telah mengalami. Dan Aku pun telah mengutus mereka dan menyertainya dengan kuasa”, terang Yesus kepada Gabriel. Gabriel pun masih bertanya dengan sini, “Kalau mereka gagal?”. Jawab Yesus, “Tergantung pada mereka!”
Kenaikan Yesus ke surga mengingatkan kita bahwa karya keselamatan Yesus telah diserahkan kepada kita untuk kita lanjutkan. Maka Yesus berkata “KepadaKu telah diberikan segala kuasa di surga dan di bumi. Karena itu, PERGILAH, JADIKANLAH semua bangsa MURIDKU, dan BAPTISLAH mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan AJARLAH mereka MELAKUKAN segala sesuatu yang telah KUPERINTAHKAN kepadamu”. Kelanjutan karya keselamatan itu diserahkan kepada kita. Hal ini bisa kita lakukan dengan mengajarkan orang untuk melakukan apa yang diperintahkan Tuhan kepada kita: mencintai Allah, sesama seperti diri kita sendiri; mencintai orang-orang yang memusuhi kita; mendoakan dan memberkati orang-orang yang menganiaya kita; mengampuni 70×7 kali, dst. Ketika mereka mengetahui perbuatan-perbuatan baik kita, maka mereka akan mengenali Allah yang kita imani.
Para Saudara, tugas ini berat. Yesus pun sadar akan hal itu. Ia mengumpamakan seperti kita ini masuk dan berada di tengah-tengah singa yang siap memangsa kita. Namun kita dikuatkan bahwa kita harus cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati. Di samping itu, kita harus selalu menyadari bahwa Ia selalu menyertai kita sampai akhir. Ia adalah benar-benar Immanuel, Allah yang selalu menyertai kita.