Menurut Bonanza, babak grup Piala Dunia 2022 menjadi salah satu babak grup Piala Dunia paling seru. Dua minggu awal itu memberikan beberapa drama terbaik yang pernah kita lihat di tahap awal Piala Dunia.
Kita telah menyaksikan beberapa tim besar gagal, beberapa nama legendaris mengucapkan perpisahan terakhir mereka dan beberapa kekecewaan terbesar yang pernah ada di turnamen Piala Dunia.
Terlepas dari drama antara kekecewaan dan kegembiraan para pendukung dan Timnas mereka, ada banyak hal yang dapat kita ambil sebagai pelajaran dari fase awal ini.
Kali ini Bonanza88 akan mebahas beberapa hal yang perlu kita pelajari dari fase grup Piala Dunia 2022.
1. VAR harus ditingkatkan
Penggunaan teknologi video bisa sangat kontroversial di sepak bola domestik, tetapi selama Piala Dunia terakhir dan di Euro 2020, sistem tersebut tampaknya bekerja dengan baik.
Sayangnya, VAR tampil sangat mengecewakan di Paila Dunia Qatar dan menyebabkan banyak perdebatan di turnamen ini.
Alih-alih mengintervensi hanya ketika ada kesalahan yang jelas, entah bagaimana, tim VAR kali ini tampak bertekad ikut campur dalam setiap insiden.
Hasilnya? Luka Modric berbaris untuk mengambil penalti yang tidak pernah terjadi, atau Antoine Griezmann melihat gol yang dibatalkan setelah peluit akhir.
Belum lagi gol yang diberikan kepada Jepang ketika tidak ada yang bisa sepenuhnya yakin apakah bola sudah keluar lapangan atau belum. Satu gol yang berimbas pada tersingkirnya Jerman dari Piala Dunia Qatar.
Mari kita berharap mereka yang berada di ruang kontrol VAR sedikit rileks dan lebih baik di babak sistem gugur.
2. Pergantian Pemain dapat Mengubah Arus Pertandingan
Dari Davy Klaassen untuk Belanda melawan Senegal pada hari ke dua turnamen, hingga Enzo Fernandez untuk Argentina saat melawan Meksiko. Lalu ada juga Alvaro Morata dan Niclas Fullkrug dalam hasil imbang 1-1 Spanyol dengan Jerman.
Semua adalah bukti nyata bahwa pemain pengganti telah memainkan peran besar di fase pembukaan Piala Dunia kali ini.
Dengan aturan baru di mana manajer dapat mengganti hingga setengah dari pemain di lapangan mereka, setiap anggota skuad dapat berharap untuk memainkan peran untuk timnya.
Kami rasa besarnya peran pemain pengganti akan semakin terlihat saat kita mulai memasuki fase gugur di turnamen ini.
3. Tim Favorit memainkan permainan berbahaya
Bukan yang hal yang aneh bila salah satu dari Tunisia, Jepang atau Korea Selatan memenangkan pertandingan grup terakhir mereka. Tetapi peluang ketiganya melakukannya? Kami yakin banyak orang takkan bisa mengira hal itu bisa terjadi.
Memang, kemenangan mereka atas Prancis, Spanyol dan Portugal masing-masing merupakan kisah underdog yang luar biasa. Namun faktanya, ketiga tim besar tersebut sebenarnya tampil tanpa kekuatan penuh di pertandingan akhir tersebut.
Hanya saat ketika terjadi momentum di mana kekalahan bisa merugikan mereka, maka tim-tim favorit tersebut baru mulai bermain lebih serius.
4. Qatar yang belum kelasnya bermain di Piala Dunia
Sudah diduga sejak awal, sebagai negara tuan rumah terlemah dalam sejarah Piala Dunia, Qatar akan tampil buruk sejak hari pertama.
Mereka tampil payah melawan Ekuador, putus asa melawan Senegal, dan kalah kelas melawan Belanda. Satu kata untuk Timnas Qatar, memalukan. Dengan pemain yang jauh dari standar yang dibutuhkan, mereka memang sebenarnya belum pantas untuk tampil di ajang sebesar ini.
5. Bintang muda bersinar terang
Sepak bola tingkat atas semakin menjadi permainan anak muda.
Memang, bintang-bintang yang berusia di atas 30 tetap bisa menunjukkan sinarnya di turnamen ini. Seperti Lionel Messi, Cristiano Ronaldo, Luis Suarez dan Gareth Bale. Namun, mereka yang berusia remaja dan awal dua puluhan ternyat juga mampu bersinar.
Nama-nama seperti Jamal Musiala, Jude Bellingham, Pedri dan Gavi memang sudah diprediksi bakal cemerlang sejak sebelum turnamen dimulai. Tetapi, Mohammed Kudus, Yunus Musah, Cody Gakpo dan Enzo Fernandez juga sama mengesankannya.
Keempatnya terlihat sebagai calon bintang masa depan untuk klub Liga Champions teratas. Gakpo bahkan dikabarkan telah menarik perhatian Manchester United dan raksasa Eropa lainnya.
6. Akhir era yang menyakitkan bagi Generasi Emas Belgia
Itu harus terjadi pada suatu waktu, tetapi masih memalukan melihat salah satu kelompok pemain terbaik di era modern meninggalkan panggung tanpa trofi atas nama mereka.
Peluang besar bagi ‘generasi emas’ Belgia terjadi empat tahun lalu dan di Euro 2020, dan itu akan menjadi kejutan besar jika mereka menang di sini.
Namun, melihat mereka tersingkir di babak penyisihan grup itu menyakitkan. Penghiburannya adalah bahwa Kevin de Bruyne yang luar biasa kemungkinan bisa tampil setidaknya untuk dua turnamen lagi.
Lalu Belgia juga memiliki bibit pemain baru yang menarik, dipimpin oleh Amadou Onana, Romeo Lavia dan Zeno Debast. Mungkin mereka nanti akan berhasil di mana pendahulu mereka gagal.
7. Aturan untuk permainan yang adil ternyata tidak adil
Tahukah Anda ada aturan Piala Dunia bila dua tim memiliki poin dan selisih gol yang sama, maka tim dengan pelanggaran (kartu kuning dan merah) paling sedikit yang akan menang.
Aturan ini yang hampir saja akan diterapkan untuk kondisi antara Polandia dengan Meksiko. Untungnya itu tak terjadi.
Pada akhirnya, Arab Saudi mencetak gol telat melawan Meksiko untuk menyelamatkan muka FIFA dari aturan yang tak adil itu.
Namun tetap saja, aturan tersebut masih ada. Menurut Bonanza88, ini merupakan cara yang tak adil bagi sebuah tim untuk tersingkir dari Piala Dunia.